Bekasi – Tumpukan sampah plastik yang kian menggunungan di pasar-pasar tradisional Bekasi membuktikan kegagalan implementasi Peraturan Wali Kota (Perwal) tentang pengurangan kantong plastik. Barisan Muda Bekasi (BMB) menuding lemahnya penegakan hukum oleh aparatur terkait sebagai biang keladinya.

Investigasi lapangan yang dilakukan BMB menyingkap kondisi memprihatinkan di sejumlah pasar. Pemandangan kumuh akibat sampah, khususnya kantong plastik konvensional yang membludak, menjadi bukti nyata bahwa Perwal Nomor 37 Tahun 2019 tak lebih dari sekadar aturan di atas kertas.

“Yang terjadi adalah pembiaran sistematis. Sejak 2019, aturan ini tidak pernah ditegakkan dengan serius oleh instansi berwenang,” tegas Juhartono, Ketua BMB Kota Bekasi, dengan nada kesal.

Data yang dirilis BMB kian menguatkan tudingan tersebut. Volume sampah Kota Bekasi meledak dari 1.000 ton menjadi 1.800 ton per hari dalam dua tahun terakhir—lonjakan 80% yang didominasi plastik konvensional. Bahan yang butuh 500 hingga 1.000 tahun untuk terurai ini terus menimbun dan memperparah krisis lingkungan di TPA Sumur Batu.

BMB menyayangkan sikap aparat yang dinilai abai. Padahal, peraturan yang ada dinilai sudah komprehensif, termasuk mengatur spesifikasi kantong ramah lingkungan sebagai alternatif.

“Masalahnya bukan pada aturannya, tapi pada kemauan politik dan keseriusan aparat di lapangan. Mereka terkesan menutup mata dan membiarkan aturan wali kota dilangkahi,” tambah Juhartono.

Oleh karena itu, BMB tidak lagi sekadar mengingatkan, tetapi mendesak tindakan tegas. Evaluasi kinerja hingga sanksi bagi instansi terkait, khususnya Dinas Lingkungan Hidup dan Dinas Perdagangan yang membidangi pasar, harus segera dilakukan.

“Darurat sampah ini adalah buah dari pembiaran. Jika aparat terus diam, maka gunung sampah ini akan menjadi monumen kegagalan pemerintah kota dalam mengelola lingkungan,” pungkas Juhartono.