SERANG — Polemik soal legalitas juru bicara (jubir) di lingkungan DPRD Kabupaten Serang terus menghangat. Isu yang menyebut posisi tersebut tidak memiliki dasar hukum akhirnya ditanggapi langsung oleh Ketua DPRD Kabupaten Serang, Bahrul Ulum.

Bahrul menegaskan, penunjukan jubir DPRD bukanlah keputusan sepihak. Menurutnya, jabatan tersebut merupakan hasil rapat pimpinan yang melibatkan seluruh unsur pimpinan dan para ketua fraksi di DPRD Kabupaten Serang.

“Keputusan ini merupakan kesepakatan bersama unsur pimpinan dan fraksi,” ujar Bahrul Ulum kepada wartawan, Senin (20/10/2025).

Ia menjelaskan, keberadaan jubir tidak dimaksudkan untuk membatasi hak berbicara anggota dewan. Setiap anggota maupun pimpinan DPRD, kata Bahrul, tetap memiliki hak yang sama untuk menyampaikan pendapat, asalkan menjaga konsistensi agar tidak menimbulkan kebingungan publik.

“Tidak ada suara anggota atau pimpinan yang dikebiri. Semua tetap punya hak yang sama untuk bestatement, tapi jangan juga sampai terjadi ‘jeruk makan jeruk’,” tegasnya.

Bahrul juga menambahkan, bila keberadaan jubir saat ini dianggap tidak lagi dibutuhkan, maka hal tersebut sebaiknya diselesaikan secara internal melalui mekanisme evaluasi di DPRD.

“Kalau memang sekarang jubir sudah tidak dibutuhkan, ya mestinya diselesaikan di internal DPRD untuk dievaluasi saja. Fokus kita hari ini bukan pada persoalan siapa yang menjadi jubir,” ujarnya.

Ia menegaskan bahwa perhatian DPRD saat ini seharusnya tertuju pada upaya mengawal kepentingan rakyat, bukan memperdebatkan posisi internal.

“Yang harus kita fokuskan sekarang adalah bagaimana aspirasi dan keinginan masyarakat bisa diimplementasikan dalam program-program riil pemerintah daerah,” tandasnya.

Sebelumnya, Wakil Ketua DPRD Kabupaten Serang, Abdul Gofur, menyoroti keberadaan jubir DPRD yang saat ini dijabat oleh Azwar Anas. Ia menilai, posisi tersebut tidak memiliki dasar hukum dan tidak dikenal dalam sistem kelembagaan DPRD.

“Dasar hukum pembentukan Jubir DPRD Kabupaten Serang sama sekali tidak ada. Itu hanya sebatas kesepakatan internal, dan waktu itu saya juga tidak hadir,” ujar Gofur.

Menurutnya, istilah juru bicara lazim digunakan di lembaga eksekutif seperti kepresidenan, bukan di lembaga legislatif yang bersifat kolektif dan representatif.

“Yang namanya jubir itu ya di kepresidenan atau lembaga negara lain. Kalau DPRD kan setara dengan pemerintah daerah, jadi nggak ada itu jubir di DPRD,” tegasnya.

Politisi yang dikenal vokal ini juga menilai, keberadaan jubir justru berpotensi membatasi kebebasan berbicara para anggota dewan. Ia menegaskan bahwa hak imunitas anggota DPRD sudah dijamin oleh undang-undang.

“Politik itu harus bebas. Kita punya hak imunitas untuk bicara apapun. Kalau ada jubir, kesannya justru mengkebiri suara anggota DPRD lain. Itu nggak etis,” tandasnya.

Catatan Redaksi Nyali.ID

Polemik soal jabatan juru bicara DPRD Kabupaten Serang mencuat setelah Ketua Fraksi Demokrat, Azwar Anas, mengkritisi kebijakan Bupati Serang terkait rotasi pejabat eselon II dengan mengatasnamakan diri sebagai “Juru Bicara DPRD Kabupaten Serang.”

Pernyataan tersebut kemudian memicu perdebatan internal terkait legalitas dan posisi struktural jabatan jubir dalam tubuh DPRD Kabupaten Serang.