Gelombang demonstrasi besar yang dipimpin Generasi Z (Gen Z) mengguncang Nepal pada awal September 2025. Aksi yang awalnya menyoroti “Nepo Kids” — anak pejabat yang pamer kemewahan di media sosial — berkembang menjadi tuntutan lebih luas: pemberantasan korupsi, penyelidikan aset ilegal pejabat, dan reformasi institusi negara.

Ribuan pemuda, termasuk pelajar berseragam, turun ke jalan di Kathmandu dan kota lain. Mereka meneriakkan “Enough is Enough” dan “End to Corruption”, memprotes ketimpangan sosial dan ekonomi. Meski pemerintah melarang media sosial, para demonstran tetap berkoordinasi lewat Discord.

Situasi berubah tegang pada 8 September 2025. Polisi menembakkan gas air mata, peluru karet, bahkan peluru tajam untuk membubarkan massa yang mendekati gedung parlemen. Sedikitnya 19 orang tewas, ratusan luka-luka. Sehari kemudian, massa membakar parlemen, Mahkamah Agung, dan kantor pemerintah. Tekanan publik memaksa Perdana Menteri KP Sharma Oli mundur. Korban jiwa mencapai 51 orang, dengan lebih dari 1.300 luka-luka.

Geopolitik BRICS dan Tekanan Regional

Kejatuhan Oli dan deklarasi darurat militer memicu spekulasi geopolitik. Nepal, yang menjadi mitra BRICS sejak Januari 2025, berada di tengah persaingan India–China. Oli, yang pro-Beijing dan mendukung proyek Belt and Road, dituduh oposisi sebagai boneka China. India, yang khawatir akan pengaruh Beijing di Himalaya, menyerukan stabilitas. Analis menyebut krisis Nepal sebagai “color revolution” yang mungkin melibatkan kepentingan asing.

Militer Ambil Alih, Negara Darurat

Pada 9 September, Jenderal Ashok Raj Sigdel mengumumkan darurat militer dan mengambil alih pemerintahan sementara. Militer memerintahkan tembak di tempat terhadap perusuh, menutup Bandara Tribhuvan, dan menggelar pos pemeriksaan di Kathmandu. Laporan menyebut penjarahan toko, pembakaran gedung publik, serta pelarian 12.500 narapidana dari Dilli Bazaar. Militer menangkap puluhan orang dan memburu napi yang kabur.

Pemerintahan Transisi

Melalui negosiasi antara militer, Presiden Ram Chandra Poudel, dan perwakilan Gen Z, terbentuk pemerintahan transisi. Fokusnya: penyelidikan korupsi dan pemulihan institusi negara. Pada 12 September, mantan Ketua Mahkamah Agung Sushila Karki dilantik sebagai perdana menteri sementara — perempuan pertama yang memimpin Nepal. Gen Z memilihnya karena rekam jejak bersih dan sikap antikorupsi.

Tantangan Sushila Karki

Karki memiliki waktu enam bulan untuk membentuk kabinet, memulihkan keamanan, menyelidiki korban tewas, dan menyiapkan pemilu paling lambat Maret 2026. Ia juga harus menjaga keseimbangan antara India dan China di tengah tekanan geopolitik.

Transisi ini diharapkan membawa stabilitas setelah kerusuhan, meski para analis memperingatkan potensi ketegangan baru jika reformasi tidak segera terlaksana.

Referensi: Acharya, K. (2025, 10 September). Nepal in Turmoil: Gen Z Protests Topple Oli Government. The Kathmandu Post. BBC News. (2025, 9 September). Nepal Declares Military Emergency as Protests Escalate. Bhattarai, R. (2025). Geopolitical Implications of Nepal’s Political Crisis: The Role of BRICS and Regional Powers. Journal of South Asian Studies, 48(3), 215–230. Sharma, G. (2025, 13 September). Sushila Karki Appointed as Nepal’s Interim Prime Minister Amid Crisis. Reuters.

Novita Sari Yahya Penulis & Peneliti Karya: Romansa Cinta, Padusi: Alam Takambang Jadi Guru, Novita & Kebangsaan, Makna di Setiap Rasa, Siluet Cinta Pelangi Rindu, Self Love: Rumah Perlindungan Diri 📱 0895-2001-8812 | IG: @novita.kebangsaan