Ditulis oleh: Ketua Fraksi Gerindra DPRD Kabupaten Serang, Ahmad Muhibin
SERANG – Pembentukan posisi juru bicara (jubir) di lingkungan DPRD Kabupaten Serang melalui rapat pimpinan (Rapim) menjadi langkah baru dalam memperkuat fungsi komunikasi publik lembaga legislatif daerah. Langkah ini dinilai sebagai bentuk adaptasi DPRD terhadap tuntutan era keterbukaan informasi, sekaligus upaya menjaga keseragaman pesan kelembagaan.
Meski begitu, muncul pula pertanyaan publik mengenai keabsahan hukum dan legitimasi kelembagaan dari pembentukan posisi jubir tersebut. Apakah langkah itu sesuai dengan aturan hukum yang berlaku dan tidak bertentangan dengan prinsip representasi legislatif?
Dasar Hukum dan Mekanisme Internal
DPRD, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, memiliki tiga fungsi utama: legislasi, anggaran, dan pengawasan. Dalam pelaksanaannya, mekanisme internal DPRD diatur melalui Tata Tertib (Tatib).
Meski dalam Tatib DPRD Kabupaten Serang belum tercantum secara eksplisit jabatan juru bicara, namun pembentukannya dilakukan melalui Rapim yang dihadiri unsur pimpinan dan ketua fraksi, sehingga secara kelembagaan memenuhi unsur prosedural.
Secara hukum positif, asas yang berlaku adalah “apa yang tidak dilarang, boleh dilakukan” (Quod non prohibitum est, licitum est). Kaidah serupa dalam hukum Islam juga dikenal sebagai: “Al-ashlu fil asy-yaa’ al-ibaahah” (الأصل في الأشياء الإباحة) Artinya: Hukum asal segala sesuatu adalah boleh hingga ada dalil yang melarangnya.
Berdasarkan asas tersebut, karena tidak ada larangan eksplisit dalam Tatib maupun peraturan perundang-undangan, maka pembentukan jubir dapat dibenarkan secara normatif.
Fungsi dan Prinsip Kelembagaan
Pembentukan jubir DPRD sejatinya dimaksudkan untuk memperkuat komunikasi resmi kelembagaan agar informasi publik yang disampaikan lebih terarah, seragam, dan tidak menimbulkan multitafsir.
Namun, DPRD juga harus menjaga prinsip representasi politik, di mana setiap anggota memiliki hak menyampaikan pandangan sesuai konstituen masing-masing. Karena itu, posisi jubir tidak boleh membatasi atau menggantikan hak bicara anggota dewan, melainkan hanya berperan sebagai penyampai resmi sikap kelembagaan.
Alasan Pembolehan Pembentukan Jubir
- Hasil kesepakatan sah. Pembentukan jubir melalui forum Rapim yang dihadiri pimpinan DPRD dan ketua fraksi, sehingga sah secara kelembagaan.
- Efisiensi komunikasi publik. Kehadiran jubir menghindarkan pernyataan yang saling bertentangan antaranggota, serta meningkatkan kepercayaan publik terhadap DPRD.
- Tidak bertentangan dengan hukum. Karena tidak ada larangan eksplisit, pembentukan jubir dapat dibenarkan secara normatif berdasarkan asas hukum positif.
- Menjawab kebutuhan kelembagaan. DPRD perlu ruang fleksibilitas dalam mengelola komunikasi publik agar tetap responsif terhadap dinamika sosial dan politik daerah.
Secara umum, pembentukan jubir DPRD Kabupaten Serang dapat dibenarkan secara hukum maupun kelembagaan, selama dijalankan melalui mekanisme internal yang sah. Namun, agar tidak menimbulkan keraguan di kemudian hari, perlu pengaturan lebih lanjut dalam Tatib atau keputusan resmi DPRD yang menjelaskan fungsi, kewenangan, dan batasan jubir secara jelas.
Jabatan jubir tidak termasuk alat kelengkapan dewan, melainkan posisi taktis dan administratif untuk memperlancar komunikasi publik, terutama dalam hubungan dengan media.
Dengan demikian, langkah DPRD Kabupaten Serang membentuk juru bicara bisa dipandang sebagai inovasi kelembagaan yang sah dan relevan selama tetap menjaga prinsip transparansi, representasi, dan akuntabilitas publik.
