SERANG — Koalisi Barisan Depan Anti Koruptor Bersatu (BADDAK Bersatu) Provinsi Banten menggelar aksi demonstrasi di depan Kantor Dinas Sosial (Dinsos) Kota Serang, Kamis (20/11/2025).

Aksi yang dipimpin Komandan Lapangan Adi Muhdi (Acong) dan Koordinator Lapangan Fitra itu menyoroti dugaan ketidaktepatan penyaluran bantuan sosial (bansos), penanganan gelandangan dan pengemis (gepeng), serta lambannya realisasi program rehabilitasi rumah tidak layak huni (RTLH).

Dalam orasinya, massa menyebut aksi ini berlandaskan sejumlah regulasi, mulai dari UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi, hingga UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas KKN.

BADDAK Bersatu menilai Dinsos Kota Serang menyimpan banyak persoalan yang perlu dibenahi, terutama dalam ketepatan sasaran bansos, penanganan gepeng yang dinilai tidak profesional, dan minimnya tenaga dan fasilitas lapangan, serta lambannya pemenuhan target RTLH.

Mereka juga menyoroti dugaan kekacauan data penerima bansos yang berdampak langsung pada masyarakat miskin yang masih luput Dari program.

Salah satu contoh yang diangkat adalah Ibu Mamah (35), warga Lingkungan Cijawa Masjid, Kelurahan Cipare, yang hidup di bantaran sungai namun mengaku belum pernah menerima bantuan apa pun.

BADDAK bersatu turut menyoroti dugaan ketidaktepatan sasaran di sejumlah wilayah, seperti Kelurahan Serang, Sepang, Margaluyu, Cipare, hingga Kotabaru.

Dalam aksi tersebut, koalisi menyampaikan empat tuntutan utama, yang pertama permintaan data lengkap gepeng, anak jalanan, lansia tanpa tempat tinggal, serta lokasi rumah singgah yang dibiayai negara.

Lalu, terkait data penerima PKH atau BLT di Kota Serang. Dan Ketiga, permintaan data jumlah siswa yang ditampung Dinsos, lokasi sekolah, identitas dan asal wilayahnya. Terakhir, permintaan data penerima bantuan disabilitas, termasuk bentuk bantuan dan pembinaannya.

Acong menegaskan pihaknya meminta soft copy seluruh data tersebut sebagai bentuk transparansi.

Ia juga mendesak Wali Kota Serang untuk memerintahkan Inspektorat melakukan pemeriksaan berkala dan mengambil tindakan tegas jika ditemukan data fiktif atau penyimpangan.

“Kalau ada pelanggaran administratif atau penyelewengan, copot Kepala Dinsos. Dan jika ada unsur pidana, kami minta APH turun tangan,” tegas Acong.

Karena merasa tidak mendapatkan jawaban memuaskan dalam dialog dengan pihak Dinsos, Acong memastikan aksi akan berlanjut.

“Kami akan turun kembali di aksi jilid 2 hingga 3 dengan massa lebih besar,” katanya.

Kepala Dinas Sosial Kota Serang, Dr. Muhammad Ibra Gholibi, memberikan penjelasan atas berbagai tuntutan tersebut.
Ia menegaskan bahwa pihaknya telah bekerja maksimal, namun sejumlah keterbatasan menjadi kendala utama.

“Kami tidak memiliki anggaran untuk beberapa bentuk pendampingan, sehingga bantuan ke provinsi sangat diperlukan. Setiap Jumat kami turun ke lapangan untuk pendataan, penjagaan, dan edukasi,” jelasnya.

Terkait anak jalanan, Ibra menyebut Pemkot Serang telah memberikan pelatihan hingga bantuan modal usaha, termasuk bantuan Rp10 juta kepada keluarga eks pengemis.

Untuk RTLH, ia menjelaskan bahwa tahun ini pemerintah hanya mampu memperbaiki 10 unit rumah karena keterbatasan anggaran dan syarat administrasi yang ketat, termasuk kepemilikan lahan yang sah. Kondisi ini pula yang membuat sejumlah warga, termasuk kasus Ibu Mamah, belum bisa menerima bantuan.

“Kami terbuka untuk siapa pun. Tidak ada istilah kedekatan atau pilih kasih. Semua warga yang memenuhi syarat akan kami fasilitasi,” tegas Ibra.

Ibra menambahkan bahwa penanganan persoalan sosial tidak bisa diselesaikan oleh Dinsos seorang diri.

“Persoalan sosial memerlukan kolaborasi—masyarakat, organisasi, dan sektor swasta harus ikut terlibat.”

Ia juga mengapresiasi masukan dari LSM sebagai bahan evaluasi. “Kami berterima kasih pada teman-teman LSM. Kritik ini penting untuk perbaikan layanan kami ke depan,” tutupnya.